Ragam Pendidikan Budaya di kecamatan Tempuling
Oleh : Rani Hidayati
Pekanbaru, (19/04) Sebagai masyarakat Indonesia yang memiliki beraneka
ragam suku serta budaya, tentulah kita sebagai bagian dari masyarakat Indonesia
harus melestarikan kebudayaan yang pada dewasa ini lambat laun mulai dilupakan
terkhusus oleh para kalangan remaja.
Di kecamatan Tempuling sendiri, sebagai salah satu
kecamatan yang di dominasi oleh suku Banjar, tentulah budaya yang dipernalkan
maupun diterapkan di masyarakat kecamatan Tempuling itu sendiri yaitu budaya
Banjar. Namun, sebagai salah satu bagian dari daerah Riau, budaya melayupun tak
luput dari sorot pendidikan di daerah kecamatan Tempuling tersebut. Salah
satunya dalam pendidikan formal.
Di kecamatan Tempuling sendiri tak dapat dipungkiri
bahwa semua sekolah yang ada dikecamatan Tempuling, dari jenjang sekolah dasar hingga
sekolah menengah atas sudah memasukkan pendidikan budaya melayu dalam salah
satu mata pelajaran yang ada di tiap-tiap sekolah, baik negeri maupun swasta. Pendidikan
budaya Melayu formal yang ada di sekolah, biasanya mempelajari tentang tulisan
Jawi atau Arab Melayu, yang di dalam buku-bukunya terdapat cerita-cerita
tentang sejarah kerajaan Siak, cerita para pahlawan Melayu dan sebagainya.
Selain mempelajari tulisan Arab-Melayu, di sekolah-sekolah juga memiliki mata
pelajaran Budaya daerah. Yaitu mengenal budaya-budaya apa saja yang ada di
daerah tempat tinggal sekitar. Seperti mengenal permainan daerah, bagaimana
upacara adat daerah, dan sebagainya.
Selain di pendidikan Formal, di kecamatan Tempuling
juga mengadakan pendidikan budaya secara non formal. Masyarakat kecamatan
Tempuling sering mengadakan acara-acara besar yang di rangkaian acaranya
menyelipkan beberapa budaya-budaya yang mendominasi daerah Tempuling yaitu
Banjar. Seperti, pada acara isra miraj biasanya diselipkan seperti madihin,
pantun dengan menggunakan bahasa Banjar dan sebagainya. Selain itu, pada
acara-acara kemerdekaan juga sering diadakan perlombaan permainan tradisional
seperti gasing, engrang, dan mamanda.
Pada program-program kerja ibu-ibu dharmawanita tiap
RT, biasanya menagdakan kelas pelatihan Rebana tiap minggunya bagi para
anak-anak mulai dari usia 8-16 tahun, untuk mempersiapkan sebagai pengisi
acara-acara seperti pernikahan, maulid Nabi, isra miraj, dan sebagainya.
Meskipun kini di keacamatan Tempuling sendiri sudah
jarang diadakan pendidikan kebudayaan secara non formal, namun beberapa pemuda
di kecamatan Tempuling berusaha menggencarkan kebudayaan daerah dengan membuat
beberapa kegiatan yang dilaksanakan tiap tahunnya, tepatnya pada hari
ulangtahun kemerdekaan Republik Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar